Covid-19 Melejit, Tenaga Medis Menjerit

Tenaga medis menggunakan baju pelindung

Pandemi yang tidak kunjung selesai sejak awal Maret telah menimbulkan beban sendiri terhadap tenaga medis, seperti dokter dan perawat. Mulai sejak awal pandemi hingga sekarang, sudah ada seratus dokter yang wafat dalam bertugas akibat terpapar Covid-19. Berbagai pertanyaan muncul, mulai dari masalah yang dihadapi oleh tenaga kesehatan selama masa pandemi ini hingga hal yang dapat meringankan mereka.

Beban awal tenaga medis di awal pandemi dimulai dengan kesadaran masyarakat tentang Covid-19. Walaupun jumlah penderita Covid-19 di awal masih sedikit, bahkan hanya puluhan pasien, para tenaga medis sering mengingatkan kepada masyarakat tentang bahaya Covid-19 dan tindakan apa yang dapat menghambat persebarannya. Namun sayangnya, masyarakat banyak yang tidak acuh pada nasihat dari para tenaga medis tersebut dan terkesan santai dengan adanya virus tersebut. Akibatnya, terjadi kenaikan signifikan pasien positif Covid-19.

Meroketnya jumlah pasien yang positif Covid-19 mengakibatkan masalah lain bagi tenaga medis, yaitu jam kerjanya bertambah. Pandemi yang ada sekarang mewajibkan tenaga medis untuk bekerja melewati batas waktunya agar dapat merawat pasien. Dilansir pada okenews.com, tenaga medis mencurahkan isi hatinya tentang jam kerjanya hingga 10-12 jam seharinya akibat dari pandemi. Kelebihan jam kerja ini menimbulkan tekanan secara fisik dan psikologis. Tekanan psikologis sendiri berupa ketakutan tenaga medis terinfeksi Covid-19 dari pasien, sementara tekanan fisik yang dirasakan seperti kelelahan hingga bisa kehilangan nyawa.

Masalah lain yang dihadapi oleh tenaga medis adalah alat pelindung diri (APD). Dilansir dalam nasional.tempo.co, APD yang digunakan dalam penanganan Covid-19 terdiri dari masker, sarung tangan, baju pelindung, pelindung mata, pelindung kepala, pelindung kaki, dan sepatu bot anti air. Namun, alat-alat tadi tidak tersedia dengan jumlah yang cukup atau kondisi yang memadai. Untuk menutupi kelangkaan tersebut, para tenaga medis melakukan berbagai cara, mulai menggunakan jas hujan sebagai pengganti baju pelindung hingga membuat pelindung mata secara mandiri. Namun hal ini dianggap berisiko karena APD sederhana yang ada dianggap tidak memenuhi standar dan dikhawatirkan tidak melindungi diri para tenaga medis. Akibat dari APD yang tidak memenuhi standar, banyak tenaga medis yang tertular Covid-19 dari pasiennya sendiri.

Selain terpapar akibat APD yang tidak memenuhi standar, tenaga medis banyak terjangkit Covid-19 akibat dari ketidakjujuran pasiennya. Banyak orang yang sudah menjadi orang tanpa gejala atau gejala ringan, namun tidak jujur dengan kondisi medis yang dimilikinya. Hal ini pernah terjadi di Rumah Sakit Kariadi, Kota Semarang yang mengakibatkan 46 tenaga medisnya terkena Covid-19. Dalam laman cnbcindonesia.com dikatakan bahwa pasien yang tidak jujur tersebut sakit setelah bepergian dari beberapa tempat. Namun supaya tidak dicurigai terinfeksi Covid-19, dia berbohong kepada petugas medis. Cerita itu sangat memprihatinkan karena tenaga medis harus menanggung akibat dari kelalaian pasiennya.

Sebenarnya masalah-masalah tadi dapat diringankan oleh masyarakat dengan berbagai cara, seperti tetap berada di dalam rumah, mengurangi aktivitas di luar ruangan, hingga menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Kesadaran masyarakat juga menjadi hal yang penting mengingat terjadinya penambahan kasus banyak disebabkan oleh kepedulian yang rendah dan tidak adanya kejujuran dari para pasien yang memiliki gejala Covid-19. Selain itu, ucapan semangat dan dukungan moral atau lainnya, seperti membantu menyuplai makanan dan kebutuhan lain yang dibutuhkan, juga memberikan dorongan tersendiri bagi tenaga medis di garda depan. Pada intinya, dengan selalu bersama dan membantu mereka, para tenaga medis, kita tidak hanya meringankan masalah yang dihadapi, namun juga membantu untuk menyelesaikan pandemi yang terjadi.

Tinggalkan Balasan