Srawungzkuy 2: Jakarta (Tidak) Akan Tenggelam 2030

Srawungzkuy 2: Jakarta (Tidak) Akan Tenggelam 2030

HMPL kembali menggelar diskusi!!. Tepatnya pada sabtu, 18 September 2021, HMPL bekerja sama dengan himpunan mahasiswa teknik planologi (HMTP) Universitas Diponegoro dan beberapa himpunan mahasiswa planologi lainnya sukses menggelar acara “LINGKAR PLANO” sebuah event diskusi isu keprofesian perencana yang pada gelaran kali ini mengusung topik “Jakarta (Tidak) Akan Tenggelam”. Acara tersebut mengundang tiga pemateri, yaitu Dr. IR. Heri Andreas, ST., MT. (dosen geodesi FITB ITB), Aryowibowo Nurprilianto Nugroho, ST., MT. ( perencana BPIW Kementrian PUPR RI) dan Jennie Yuwono, S.T., MSP (Penulis dan assistant editor Kolektif Agora) yang mana ketiganya berhasil membuka cakrawala pikir peserta dari tiga sudut pandang yatu akademisi, pemerintah dan masyarakat/NGO.

Paparan dibuka dengan hasil kajian strategis singkat dari tim kajian “Lingkar Plano” yang menyinggung pengantar dan hal-hal mendasar tentang topik yang dibahas. Beberapa diantaranya ialah kondisi geografis dan fisik lahan pesisir Jakarta, dampak yang ditimbulkan hingga solusi penanganan berdasar best practice luar dan dalam negeri. Paparan kemudian dilanjutkan dengan materi dari Dr. Heri Andreas dengan tema “Manajemen Risiko Bencana Pesisir Jakarta “Tenggelam” Akibat Sea Level Rise, Penurunan Muka Tanah dan Efek Lain Perubahan Iklim”. Dr.Andreas banyak berbicara tentang apa saja faktor tenggelamnya Jakarta yang mana ternyata bukan hanya karena kenaikan muka air laut (sebagaimana yang dikira selama ini). Menurut Dr. Andreas penyebab utamanya ialah penurunan muka tanah (land subsidence). Laju penurunan muka tanah DKI Jakarta berkisar 10 Cm / tahun (per 2012-2018) yang mana sudah lebih baik daripada periode 1997-2011 yang mencapai hingga 20 Cm/tahun. Dr. Andreas dalam paparannya menyampaikan bahwa potensi lahan terdampak banjir ROB akibat penurunan muka tanah Jakarta berada pada kisaran 9556 Ha. Angka tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan potensi yang ditimbulkan kenaikan muka air laut yaitu hanya sekitar 292 Ha saja. Sayangnya, angka potensi risiko diatas pun akan makin bertambah besar bilamana diperparah dengan terjadinya perubahan iklim, yang mana diprediksi akan menenggelamkan lahan seluas kurang lebih 16.460 Ha. Dr. Andreas pun mengkritik bagaimana penanganan pemerintah yang kurang tepat yaitu penanaman mangrove, pembuatan biopori, normalisasi sungai dan pembangunan tanggul terus menerus. Pemerintah dinilai belum bisa memahami apa penyebab utama dan solusi dari banjir ROB di DKI Jakarta yang digadang-gadang akan menenggelamkan Jakarta di tahun 2050 nanti. 

Hal menarik kemudian disampaikan oleh Aryowibowo selaku perwakilan pemerintah. Beliau berpendapat bahwa pemerintah telah berada di jalur ikhtiar yang benar dalam menangani banjir Jakarta. Beliau memaparkan, bahwa potensi banjir Jakarta bukan hanya masalah di hilir saja melainkan adanya limpasan air yang terserap dan terkelola baik dari hulu. Oleh karenanya, pemerintah melalui kementrian PUPR telah merancang dan membangun berbagai infastruktur penanganan banjir Jakarta dari hulu ke hilir yaitu tanggul laut (hilir), normalisasi sungai dan sudetan sungai ciliwung (tengah) dan pembangunan bendungan kering ciawi dan sukamahi (hulu). Selain itu, untuk memenuhi pengganti air tanah nantinya, pemerintah telah menyiapkan dua SPAM regional yang melintasi DKI Jakarta. Pada paparan terakhir, jennie yuwono menekankan bahwa pesisir Jakarta yang dahulunya baik dan prospektif telah dirusak oleh kegiatan perencanaan dan pengembangan yang tidak baik. Penggunaan air tanah secara exploitatif menjadi faktor utamanya. Menariknya, pelakunya justru didominasi oleh kalangan penduduk kelas menegah keatas. Beliau menyampaikan, bahwa sebelum merencanakan dan mengaplikasikan kebijakan, hal yang perlu dipahami ialah empati. Perlu ada refleksi seolah-olah menjadi orang atau masyarakat yang terdampak kebijakan tersebut. Misalnya relokasi. Relokasi tak hanya tentang memindahkan orang, melainkan memikirkan bagaimana orang itu harus membangun keintiman dengan tempat bermukimnya kembali dan seterusnya.

Tinggalkan Balasan