Masyarakat Kecil Mengeluh, Harga Pasaran Anjlok di Masa Pandemi Covid-19
Petani cabai merah

Masyarakat Kecil Mengeluh, Harga Pasaran Anjlok di Masa Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 membuat pemerintah menggadang-gadang kampanye #stayathome guna menekan laju persebaran virus. Pemerintah tentunya telah melakukan berbagai upaya antisipasi Covid-19. Alih-alih menerapkan kebijakan lockdown, pemerintah pusat justru membuat langkah berani dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah. Tak pandang bulu, PSBB pun diterapkan di daerah berzona merah (persebaran Covid-19 tinggi) dan zona oranye (persebaran Covid-19 sedang).

Banyak pro dan kontra yang mengiringi penerapan PSBB. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai lapisan tentunya juga memiliki pandangan dan pemahaman sendiri terkait virus Covid-19. Mayoritas masyarakat kelas menengah ke bawah menentang pemberlakuan PSBB dan menyambut dengan semangat era ‘New Normal’. Pak Sumargo, seorang sopir barang, mengatakan, “Ya kalau kita menerapkan PSBB dan tidak boleh keluar rumah. Bagaimana saya akan cari makan? Bisa-bisa saya tidak mati karena penyakit tapi mati karena kelaparan.” (Selasa, 15/09/2020).

Lebih jauhnya pemerintah belum mampu membuat kebijakan yang efektif di semua aspek. Terbukti angka kasus positif terus melejit yang berimbas pada ekonomi negara. Pandemi Covid-19 membuktikan pemerintah telah gagal dalam mempertahankan perekonomian nasional contohnya harga sayur dan kebutuhan pokok di pasaran. Berbagai laporan masuk menginformasikan anjloknya harga sayur-mayur yang meresahkan petani sayur. Petani sayur yang berasal dari kalangan rakyat kecil mengeluhkan hasil panen sayurnya yang laku dengan harga kecil dan tidak seimbang dengan modal bertani. “Dulu sebelum pandemi, harga cabai bisa Rp25.000 per kilo namun sekarang hanya laku Rp8.000-Rp10.000 per kilo. Pemasukan dan balik modal sangat berkurang dan tidak seimbang. Kami ini rakyat kecil butuh makan. Kalau harga hasil panen segitu, bagaimana kami bisa makan dan nanam (cabai) lagi?”, tutur Mbah Sayyidi, seorang petani cabai di Banyuwangi, saat diwawancari oleh tim. (Senin, 14/09/2020).

Mbah Sayyidi juga mengatakan banyak cabai yang dibiarkan membusuk di gudang karena biaya angkut yang mahal dan tidak balik modal. Apabila hal ini terus berlanjut, mayoritas petani akan gulung tikar dan kehabisan modal serta lebih memilih untuk tidak kertani atau berkebun. Kondisi ini tentunya akan berpengaruh bagi kelangsungan masyarakat luas karena berkurangnya pasokan bahan pokok dan sayur-mayur.

Anjloknya harga sayur dan kebutuhan pokok dikarenakan menurunnya demand (permintaan) dari masyarakat. Hampir semua masyarakat ikut terdampak pendapatannya sehingga permintaan mereka akan supply pun turut berkurang. Selain itu, pemberlakuan PSBB oleh pemerintah juga memberikan pengaruh yang signifikan. Pemerintah yang membatasi akses jalan dan kendaraan serta dibutuhkannya surat rapid test seharga Rp200.000-Rp300.000 membuat masyarakat dan para sopir lebih memilih untuk berdiam diri di rumah.

Pak Sumargo dan Mbah Sayyidi adalah sebagian kecil dari banyaknya masyarakat yang menentang pemberlakuan PSBB dan ikut merasakan imbas Covid-19. Rakyat kecil berharap pemerintah bisa lebih tegas dan handal lagi dalam menanggulangi pandemic Covid-19. Merumuskan kebijakan yang mampu menguntungkan semua pihak dan menjawab keresahan rakyat kecil dari anjloknya hasil panen dan harga pokok di pasaran.

Tinggalkan Balasan